Tanjungpandan | SatLantas Polres Belitung, Senin tanggal 19 September 2016.
Dalam menyambut HUT Lalulintas ke-61, mari sejenak kita menengok sejarah salah satu sosok atau tokoh inspiratif di institusi Kepolisian Republik Indonesia khususnya dalam Korps.Lalulintas Kepolisian Republik Indoonesia.
Perlu kita ketahui bersama, menjadi seorang tokoh inspiratif serta dikagumi tidak lah mudah. Hal tersebut dikarenakan dalam perjalanan hidup seorang manusia memanglah penuh cobaan dan rintangan yang terkadang membuat manusia itu sendiri lupa. Menjadi sosok yang dikagumi banyak orang memanglah butuh pengorbanan dan perjuangan dari sikap perjalanan hidup serta karya hidup.
Seperti halnya salah satu sosok yang memang tidak lah asing dikeluarga besar Bhayangkara dan terkenal dengan jasa-jasanya. Ia dulunya merupakan anggota kepolisian yang pernah berdinas di Kepolisian Lalulintas dan pernah dipercaya memegang amanah sebagai Direktur Lalulintas selama 8 tahun sejak tahun 1965-1972 serta menjabat sebagai Kapolda Sumut sejak tahun 1972-1975.
Sosok beliaupun kerap dikenal dengan figure polisi berintegritas pribadi. Satu dari sedikit jenderal yang jujur, lurus, bersih, sederhana, dan punya prinsip. Barangkali ia bisa disandingkan dengan Jenderal Pol Purn. Hoegeng Iman Santoso, yang juga dikenal sederhana dan lurus.
Beliau adalah Irjen.Pol (Purnawirawan) Ursinus Elias Medellu yang biasa disapa Opa Medellu. Beliau merupakan salah seorang polisi yang punya jasa besar bagi negeri ini. Karirnya ia habiskan seutuhnya untuk mengabdi pada negeri ini.
Beliau pun pernah ditunjuk sebagai pengawal Presiden yang pertama. Tiga orang yang waktu itu ditunjuk menjadi pengawal Bung Karno adalah UE Medellu, JE Kanter dan Daan Mogot.
Selain itu Opa Medellu merupakan seorang pencipta sistem registrasi kendaraan bermotor yang berlaku sampai sekarang, BPKB dan salah seorang tokoh yang menerapkan sistem tilang dengan tiga warna pertama kali yang hingga sekarang masih berlaku. Diketahui, sistem tilang tersebut beliau mengadopsi dari salah satu sistem negara bagian di AS.
Tak hanya itu, saat diera jabatannya, beliau pun berani berjuang dan berkorban dengan menerapkan sistem dana hasil uang dari BPKB di belikan sejumlah aset untuk kepentingan Kepolisian dengan dimulai dari membangun Markas Polantas di Jalan MT haryono sekitar 4 hektar, membeli pompa bensin, peternakan babi di Tangerang, sampai vila di Anyer atas nama pribadi lantaran saat itu lembaga kepolisian tidak boleh membeli aset.
Namun setelah beliau pensiun, Opa Medellu meminta agar Mabes Polri segera membaliknamakan semua aset itu, menjadi milik polisi. Ketika itu, diatasnamakan koperasi yang tujuannya untuk kesejahteraan anggota.
Sikap jujur dan membenci korupsi tersebut membuat beliau menjadi sosok yang menjadi tauladan di Kepolisian. Meskipun beliau mengetahui bahwa pendapatan dari dana BPKB sangatlah besar namun sedikitpun tak terlintas di benak Ursinus Elias Medellu untuk mencari keuntungan, apalagi melakukan tindak korupsi, semua pendapatan itu oleh Ursinus digunakan untuk kesejahteraan polisi.
Kontribusinya yang begitu besar untuk Kepolisian RI, terbukti Ursinus dapat membangun gedung DirLantas tersebut dengan kerja keras dan kejujuran. Ketika itu, Opa Medellu membangun kantor dan fasilitas lalu lintas Polri dengan fasilitas terbaik.
Saking semangatnya bekerja keras untuk Polri, Jenderal jujur ini lupa memperhatikan kesejahteraan keluarganya. Setelah pensiun ia tidak punya rumah. Sampai kemudian dibantu Direktur Polantas untuk mencicil sebuah rumah sederhana di gang sempit, kawasan Otista III, Jakarta Timur. Opa sebelumnya mati-matian mencicil rumah dengan uang pensiunnya.
Nilai-nilai agama yang dianut putra pendeta ini terlalu mulia untuk ditukar dengan penyimpangan serupa penyelewengan jabatan. “Saya menjadi polisi karena kehendak Tuhan, maka selama menjadi polisi saya berusaha tidak melakukan apa yang menyimpang dari ajaran Tuhan,” katanya dalam kutipan.
Karena itu, salah satu buah kerjanya semasa dinas aktif sebagai perwira tingi Polri, Medellu membangun sistem cek and balances agar siapa pun yang duduk sebagai pejabat tidak terjebak melakukan korupsi. “Saya yakin Tuhan sangat benci korupsi, apalagi korupsi di Indonesia,” tutur di sebuah kutipannya.
Ursinus adalah kisah seorang polisi yang menolak sogokan hingga yang bersifat kecil sekalipun. “Kalau saya mau kaya, saya tak akan jadi polisi,” sepenggal kutipan Ursinus yang bahkan tak mampu menguliahkan anak-anaknya dan tak mampu membeli rumah sendiri. Ia membeli rumah cicilan, dengan lebih dulu meminjam uang ibu mertuanya.
Beliau juga selalu mengecek kesiapan anak buahnya mulai dari jam 04.00, dan kalau ada anak buahnya kedapatan menerima uang dari jalanan, tanpa ampun ia akan kirim ke pendidikan lagi. Ia tak pernah membawa pulang uang, selain hanya dari gajinya semata. Ia paling benci dengan korupsi dan itu dibuktikan dengan tindakan nyata.
Hingga akhirnya Beliau meninggal dalam usia 90 tahun pada hari Jumat (6/1/2012). Dalam kepergiaanya, Opa Medellu hanya meninggalkan Warisan yang paling berharga ke anaknya, cucunya, serta cicitnya berupa menanamkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras dan disiplin.
“Tuhan tidak kasih uang satu karung untuk saya. Tapi Tuhan menggerakkan apa yang Dia sudah berikan kepada saya, seperti otak, mata, telinga, hati, budi, nurani, pengalaman dan kemampuan. Bekerja merupakan bagian dari doa saya dan Tuhan senantiasa mengabulkan doa saya,” tutur kutipan pria yang lahir di Pulau Sangihe, Sulut.
Kutipan : NTMC Blog on Monday, 19 September 2016 | 11:50
Perlu kita ketahui bersama, menjadi seorang tokoh inspiratif serta dikagumi tidak lah mudah. Hal tersebut dikarenakan dalam perjalanan hidup seorang manusia memanglah penuh cobaan dan rintangan yang terkadang membuat manusia itu sendiri lupa. Menjadi sosok yang dikagumi banyak orang memanglah butuh pengorbanan dan perjuangan dari sikap perjalanan hidup serta karya hidup.
Seperti halnya salah satu sosok yang memang tidak lah asing dikeluarga besar Bhayangkara dan terkenal dengan jasa-jasanya. Ia dulunya merupakan anggota kepolisian yang pernah berdinas di Kepolisian Lalulintas dan pernah dipercaya memegang amanah sebagai Direktur Lalulintas selama 8 tahun sejak tahun 1965-1972 serta menjabat sebagai Kapolda Sumut sejak tahun 1972-1975.
Sosok beliaupun kerap dikenal dengan figure polisi berintegritas pribadi. Satu dari sedikit jenderal yang jujur, lurus, bersih, sederhana, dan punya prinsip. Barangkali ia bisa disandingkan dengan Jenderal Pol Purn. Hoegeng Iman Santoso, yang juga dikenal sederhana dan lurus.
Beliau adalah Irjen.Pol (Purnawirawan) Ursinus Elias Medellu yang biasa disapa Opa Medellu. Beliau merupakan salah seorang polisi yang punya jasa besar bagi negeri ini. Karirnya ia habiskan seutuhnya untuk mengabdi pada negeri ini.
Beliau pun pernah ditunjuk sebagai pengawal Presiden yang pertama. Tiga orang yang waktu itu ditunjuk menjadi pengawal Bung Karno adalah UE Medellu, JE Kanter dan Daan Mogot.
Selain itu Opa Medellu merupakan seorang pencipta sistem registrasi kendaraan bermotor yang berlaku sampai sekarang, BPKB dan salah seorang tokoh yang menerapkan sistem tilang dengan tiga warna pertama kali yang hingga sekarang masih berlaku. Diketahui, sistem tilang tersebut beliau mengadopsi dari salah satu sistem negara bagian di AS.
Tak hanya itu, saat diera jabatannya, beliau pun berani berjuang dan berkorban dengan menerapkan sistem dana hasil uang dari BPKB di belikan sejumlah aset untuk kepentingan Kepolisian dengan dimulai dari membangun Markas Polantas di Jalan MT haryono sekitar 4 hektar, membeli pompa bensin, peternakan babi di Tangerang, sampai vila di Anyer atas nama pribadi lantaran saat itu lembaga kepolisian tidak boleh membeli aset.
Namun setelah beliau pensiun, Opa Medellu meminta agar Mabes Polri segera membaliknamakan semua aset itu, menjadi milik polisi. Ketika itu, diatasnamakan koperasi yang tujuannya untuk kesejahteraan anggota.
Sikap jujur dan membenci korupsi tersebut membuat beliau menjadi sosok yang menjadi tauladan di Kepolisian. Meskipun beliau mengetahui bahwa pendapatan dari dana BPKB sangatlah besar namun sedikitpun tak terlintas di benak Ursinus Elias Medellu untuk mencari keuntungan, apalagi melakukan tindak korupsi, semua pendapatan itu oleh Ursinus digunakan untuk kesejahteraan polisi.
Kontribusinya yang begitu besar untuk Kepolisian RI, terbukti Ursinus dapat membangun gedung DirLantas tersebut dengan kerja keras dan kejujuran. Ketika itu, Opa Medellu membangun kantor dan fasilitas lalu lintas Polri dengan fasilitas terbaik.
Saking semangatnya bekerja keras untuk Polri, Jenderal jujur ini lupa memperhatikan kesejahteraan keluarganya. Setelah pensiun ia tidak punya rumah. Sampai kemudian dibantu Direktur Polantas untuk mencicil sebuah rumah sederhana di gang sempit, kawasan Otista III, Jakarta Timur. Opa sebelumnya mati-matian mencicil rumah dengan uang pensiunnya.
Nilai-nilai agama yang dianut putra pendeta ini terlalu mulia untuk ditukar dengan penyimpangan serupa penyelewengan jabatan. “Saya menjadi polisi karena kehendak Tuhan, maka selama menjadi polisi saya berusaha tidak melakukan apa yang menyimpang dari ajaran Tuhan,” katanya dalam kutipan.
Karena itu, salah satu buah kerjanya semasa dinas aktif sebagai perwira tingi Polri, Medellu membangun sistem cek and balances agar siapa pun yang duduk sebagai pejabat tidak terjebak melakukan korupsi. “Saya yakin Tuhan sangat benci korupsi, apalagi korupsi di Indonesia,” tutur di sebuah kutipannya.
Ursinus adalah kisah seorang polisi yang menolak sogokan hingga yang bersifat kecil sekalipun. “Kalau saya mau kaya, saya tak akan jadi polisi,” sepenggal kutipan Ursinus yang bahkan tak mampu menguliahkan anak-anaknya dan tak mampu membeli rumah sendiri. Ia membeli rumah cicilan, dengan lebih dulu meminjam uang ibu mertuanya.
Beliau juga selalu mengecek kesiapan anak buahnya mulai dari jam 04.00, dan kalau ada anak buahnya kedapatan menerima uang dari jalanan, tanpa ampun ia akan kirim ke pendidikan lagi. Ia tak pernah membawa pulang uang, selain hanya dari gajinya semata. Ia paling benci dengan korupsi dan itu dibuktikan dengan tindakan nyata.
Hingga akhirnya Beliau meninggal dalam usia 90 tahun pada hari Jumat (6/1/2012). Dalam kepergiaanya, Opa Medellu hanya meninggalkan Warisan yang paling berharga ke anaknya, cucunya, serta cicitnya berupa menanamkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras dan disiplin.
“Tuhan tidak kasih uang satu karung untuk saya. Tapi Tuhan menggerakkan apa yang Dia sudah berikan kepada saya, seperti otak, mata, telinga, hati, budi, nurani, pengalaman dan kemampuan. Bekerja merupakan bagian dari doa saya dan Tuhan senantiasa mengabulkan doa saya,” tutur kutipan pria yang lahir di Pulau Sangihe, Sulut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar